Selasa, 11 Januari 2011

Daun Telinga Sang Ibu

Ada seorang Ibu yang baru melahirkan di sebuah rumah sakit Bersalin. Namun Ibu tersebut sangat terkejut ketika melihat bayi laki-lakinya yang baru dilahirkannya itu tidak memiliki daun telinga. Untunglah, bayi itu masih memiliki fungsi pendengaran yang sempurna. Tidak ada yang dapat dilakukan orangtua si bayi selain menerima takdir bahwa anak mereka yang pertama tidak memiliki kedua daun telinganya. Sang dokter pihak rumah sakit tersebut berusaha menghibur dan membesarkan hati sang orangtua tersebut, khususnya sang Ibu yang sangat shock.

“Bersabarlah Bapak dan Ibu, anak yang dilahirkan ini adalah titipan dan anugerah yang sangat besar dari Yang Maha Kuasa. Saya yakin kelak anak ini memberikan kebahagian dan kesejukan hati kepada Bapak dan Ibu. Jagalah dan besarkanlah anak ini dengan penuh kasih sayang dari kalian berdua”

Sang Ibu akhirnya dapat tenang dan bersikap tabah menerima apa yang ditakdirkan oleh Tuhan kepadanya. Perkataan sang dokter tersebut telah mendorong sang ibu untuk mencurahkan seluruh kasih sayangnya pada si anak.

Hari berganti hari, waktu terus bergulir, si anak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang mampu bergaul dengan teman sebayanya. Pelajaran di sekolah pun tidak menjadi masalah diikutinya. Namun satu hal yang mengganggu diri si anak. Dia mendapatkan sindiran dari teman-temannya. Teman-temanya ada yang mengatakan bahwa dia adalah manuasia planet, ada lagi yang mengatakan dia adalah titisan sang dewa langit karena tidak bertelinga, ada juga yang mengatakan kalau dirinya keturunan iblis yang muncul ke bumi, bahkan ada yang melecehkannya supaya besar nanti bekerja di star trek saja. Sindiran-sindiran itu jelas menyakiti hati sang anak. Tidak jarang dia pulang ke rumah dalam keadaan menangis dan masuk dalam pelukan ibunya. Sang Ibu dengan ketabahan yang luar biasa terus memotivasi si anak untuk mengembangkan potensinya dan meraih prestasi yang gemilang hingga duduk di bangku Perguruan Tinggi.

Hingga suatu hari, seorang dokter yang dikenal oleh keluarga itu mengatakan bahwa si anak yang sudah tumbuh dewasa ini dapat menerima cangkok daun telinga dari orang lain, dan cangkokan ini sudah ada disimpan beberapa waktu lamanya dari seorang donor. Mendengar berita ini giranglah hati si anak, meskipun menyisakan pertanyaan siapa yang telah mendonorkan telinganya untuk dirinya. Operasi cangkok pun berjalan lancar, dan suatu perubahan penampilan dalam diri anak ini terjadi, rasa percaya dirinya semakin meningkat seiring dengan prestasi yang ia raih. Hal ini sekaligus mempercepat penyelesaian studi dan pencarian kerja bagi si anak.

Setelah ia menyelesaikan studi dan bekerja sebagai diplomat serta membangun keluarga yang kemudian dikarunia 2 orang anak, ternyata rasa penasaran tentang siapa pemberi daun telinga kepadanya belum juga terjawab. Kepada sang Ayah hal ini sering ia tanyakan namun sang Ayah tetap mengatakan “Suatu saat kau akan tahu, nak! ”

Hingga suatu saat yang paling menyedihkan menimpa keluarga ini, sang Ibunda tercinta meninggal dunia karena sakit. Rasa kehilangan yang tidak terhingga dirasakan oleh sang anak tunggal ini, masih terbayang dalam dirinya ketika di diejek oleh rekan-rekannya, ibunyalah yang menguatkannya. Sang Ibu pula yang selalu mendorong dirinya untuk selalu menunjukkan prestasi gemilang dengan tidak melupakan berbagi pada sesama dan tetap bergantung pada ke-Maha Kuasa-an Sang Pencipta. Namun, kenangan itu tinggal kenangan, sang Ibu tercinta telah pergi untuk selama-lamanya. Saat akan memberikan ciuman terkhir pada jasad sang Ibu, dengan didampingi sang Ayah, si anak sempat terkesima ketika menyibakkan rambut ibunya. Ternyata ibunya tidak memiliki daun telinga lagi. Akhirnya teka-teki yang selama ini mengganjal di dalam batinnya pun terjawab sudah. Pantaslah, jika bertahun-tahun belakangan ini sang Ibu selalu berkata bahwa ia lebih suka memanjangkan rambutnya. Rupanya, ia tidak ingin si anak tahu jika yang mendonorkan daun telinga itu adalah ibunya sendiri. Sang anak pun menangis di samping jasad ibunya. Ia menangis sambil terus mecium dan memeluk jasad ibunya. Betapa terkejutnya si anak ketika mengetahui sang ibunyalah yang mendonorkan daun telinga kepada dirinya. Dari hati kecil yang paling dalam, sang anak merasakan betapa besar kasih sayang dan pengorbanan ibunya kepada dirinya. Kasih sayang dan pengorbanan ibunyalah yang menjadikan sang anak tetap tegar dan tabah menjalani kehidupan. Padahal dirinya belum dapat memberikan dan menggantikan kasih sayang dan pengorbanan sang ibu kepada dirinya.

Epilog : Kisah di atas begitu mengharukan. Sungguh besar pengorbanan dan kasih sayang seorang Ibu pada anaknya. Kasih Ibu sepanjang massa dan tidak terbatas pada sesuatu. Pengorbanan dan kasih sayangnya pada anak dan keluarga begitu besar dan tidak dapat tergantikan dengan apapun. Kasih sayangnya, nasihatnya, dan motivasinya sungguh bermakna dan memberikan kesejukan pada anak dan keluarganya. Surga berada di telapak kaki ibu, merupakan ungkapan yang sangat indah untuk menggambarkan eksistensi seorang wanita yang telah berperan ganda dalam kehidupannya, yakni sebagai seorang Ibu dan istri yang selalu memberikan kesejukan, kedamaian, dan kebahagian pada keluarganya.

Kisah ini bersumber dari Buku Setengah Isi Setengah Kosong


artikel ini dipersembahkan dengan penuh cinta dan hormat teruntuk kaum hawa (perempuan), calon isteri dan ibu, serta ibu-ibu yang tersebar di seluruh dunia. Sungguh keberadaan kalian (kaum hawa) memberikan kesejukan, kedamaian, kebaikan, dan kebahagiaan yang tak terhingga, yang terpancar ke segala penjuru dunia yang indah ini.

0 komentar:

Posting Komentar