Jumat, 29 Oktober 2010

Arti Sahabat...

Teman Penggemar Mukjizat Sholat Dan Doa, Arti sahabat buat saya adalah orang yang selalu berfikir dan berkehendak baik terhadap sahabatnya. Ia akan memberi dukungan jika ia merasa bahwa dukungannya itu akan membawa kebaikan sahabatnya. Sebaliknya jika sahabatnya keliru jalan, ia akan berkata tidak! meski pahit untuk diucapkan dan getir untuk di dengar.

Sahabat yang materialistis biasanya rajin apel dalam keadaan suka, tetapi ia segera menjauh jika sahabatnya dalam kesulitan, ia sahabat hanya dalam suka, tidak dalam duka. Sahabat yang karib biasanya angin-anginan, terkadang mesra, tetapi suatu ketika bisa menjadi musuh, bahkan musuh yang sukar didamaikan.

Terkadang ada sahabat yang sehidup, tetapi belum tentu semati. Hanya sahabat sejati yang biasanya jarang hadir dalam keadaan suka, tetapi justru hadir membela ketika dalam duka. Sahabat sejati adalah sahabat yang terikat oleh nilai-nilai kebajikan, ikhlas dan karena Allah. Ketika kita sudah matipun sahabat sejati tetap menjaga nama baik kita, mendoakan kita. Dialah sahabat sehidup semati, sahabat di dunia dan sahabat di akhirat.

Wassalam,

agussyafii
Baca Selengkapnya..

Kamis, 28 Oktober 2010

Ridho dan sabar dengan takdir Allah...

Berkata ‘Alqamah: “Yaitu seseorang yang ditimpa suatu musibah lalu dia mengetahui bahwasanya musibah tersebut dari sisi Allah maka dia pun ridha dan menerima (berserah diri kepada-Nya).”

Sabar terhadap Taqdir Allah

Diantara jenis sabar adalah sabar terhadap taqdir Allah. Hal ini berkaitan dengan tauhid Rububiyyah, karena sesungguhnya pengaturan makhluk dan menentukan taqdir atas mereka adalah termasuk dari tuntutan Rububiyyah Allah Ta’ala.

Perbedaan antara Al-Qadar & Al-Maqduur

Qadar atau taqdiir mempunyai dua makna. Yang pertama: al-maqduur yaitu sesuatu yang ditaqdirkan. Yang kedua: fi’lu Al-Muqaddir yaitu perbuatannya Al-Muqaddir (Allah Ta’ala). Adapun jika dinisbahkan/dikaitkan kepada perbuatannya Allah maka wajib atas manusia untuk ridha dengannya dan bersabar. Dan jika dinisbahkan kepada al-maqduur maka wajib atasnya untuk bersabar dan disunnahkan ridha.

Contohnya adalah: Allah telah menaqdirkan mobilnya seseorang terbakar, hal ini berarti Allah telah menaqdirkan mobil tersebut terbakar. Maka ini adalah qadar yang wajib atas manusia agar ridha dengannya, karena hal ini merupakan diantara kesempurnaan ridha kepada Allah sebagai Rabb. Adapun jika dinisbahkan kepada al-maqduur yaitu terbakarnya mobil maka wajib atasnya untuk bersabar dan ridha dengannya adalah sunnah bukan wajib menurut pendapat yang rajih (kuat).

Sedangkan al-maqduur itu sendiri bisa berupa ketaatan-ketaatan, kemaksiatan-kemaksiatan dan kadang-kadang merupakan dari perbuatannya Allah semata. Adapun yang berupa ketaatan maka wajib ridha dengannya, sedangkan bila berupa kemaksiatan maka tidak boleh ridha dengannya dari sisi bahwasanya hal itu adalah al-maqduur, adapun dari sisi bahwasanya itu adalah taqdir Allah maka wajib ridha dengan taqdir Allah pada setiap keadaan, dan karena inilah Ibnul Qayyim berkata: “Maka karena itulah kita ridha dengan qadha` (ketentuan Allah) dan kita marah terhadap sesuatu yang ditentukan apabila berupa kemaksiatan.”

Maka barangsiapa yang melihat dengan kacamata Al-Qadha` wal Qadar kepada seseorang yang berbuat maksiat maka wajib atasnya ridha karena sesungguhnya Allahlah yang telah menaqdirkan hal itu dan padanya ada hikmah dalam taqdir-Nya. Dan sebaliknya apabila dia melihat kepada perbuatan orang tersebut maka tidak boleh ridha dengannya karena perbuatannya tadi adalah maksiat. Inilah perbedaan antara al-qadar dan al-maqduur.

Bagaimana Manusia Menghadapi Musibah?

Di dalam menghadapi musibah, manusia terbagi menjadi empat tingkatan:

Pertama: marah, yaitu ketika menghadapi musibah dia marah baik dengan hatinya seperti benci terhadap Rabbnya dan marah terhadap taqdir Allah atasnya, dan kadang-kadang sampai kepada tingkat kekufuran, Allah berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

“Dan diantara manusia ada orang yang beribadah kepada Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Al-Hajj:11)

Atau dia marah dengan lisannya seperti menyeru dengan kecelakaan dan kebinasaan dan yang sejenisnya. Atau marah dengan anggota badannya seperti menampar pipi, merobek saku baju, menarik-narik (menjambak) rambut, membenturkan kepala ke tembok dan yang sejenisnya.

Kedua: sabar, yaitu sebagaimana ucapan penyair:

الصَّبْرُ مِثْلُ اسْمِهِ مُرٌّ مَذَاقَتُهُ لَكِنْ عَوَاقِبُهُ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ

“Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya, akan tetapi akibatnya lebih manis dari madu.”

Maka orang yang sabar itu akan melihat bahwasanya musibah ini berat baginya dan dia tidak menyukainya, akan tetapi dia membawanya kepada kesabaran, dan tidaklah sama di sisinya antara adanya musibah dengan tidak adanya, bahkan dia tidak menyukai musibah ini akan tetapi keimanannya melindunginya dari marah.

Ketiga: ridha, dan ini lebih tinggi dari sebelumnya, yaitu dua perkara tadi (ada dan tidak adanya musibah) di sisinya adalah sama ketika dinisbahkan/disandarkan terhadap qadha dan qadar (taqdir/ketentuan Allah) walaupun bisa jadi dia bersedih karena musibah tersebut, Karena sesungguhnya dia adalah seseorang yang sedang berenang dalam qadha dan qadar, kemana saja qadha dan qadar singgah maka dia pun singgah bersamanya, baik di atas kemudahan ataupun kesulitan. Jika diberi kenikmatan atau ditimpa musibah, maka semuanya menurut dia adalah sama. Bukan karena hatinya mati, bahkan karena sempurnanya ridhanya kepada Rabbnya, dia bergerak sesuai dengan kehendak Rabbnya.

Bagi orang yang ridha, adanya musibah ataupun tidak, adalah sama, karena dia melihat bahwasanya musibah tersebut adalah ketentuan Rabbnya. Inilah perbedaan antara ridha dan sabar.

Keempat: bersyukur, dan ini adalah derajat yang paling tinggi, yaitu dia bersyukur kepada Allah atas musibah yang menimpanya dan jadilah dia termasuk dalam golongan hamba-hamba Allah yang bersyukur ketika dia melihat bahwa di sana terdapat musibah yang lebih besar darinya, dan bahwasanya musibah-musibah dunia lebih ringan daripada musibah-musibah agama, dan bahwasanya ‘adzab dunia lebih ringan daripada ‘adzab akhirat, dan bahwasanya musibah ini adalah sebab agar dihapuskannya dosa-dosanya, dan kadang-kadang untuk menambah kebaikannya, maka dia bersyukur kepada Allah atas musibah tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مُصِيْبَةٍ تُصِيْبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا

“Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim kecuali Allah akan hapuskan (dosanya) karena musibahnya tersebut, sampai pun duri yang menusuknya.” (HR. Al-Bukhariy no.5640 dan Muslim no.2572 dari ‘A`isyah)

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan/kelelahan, sakit, sedih, duka, gangguan ataupun gundah gulana sampai pun duri yang menusuknya kecuali Allah akan hapuskan dengannya kesalahan-kesalahannya.” (HR. Al-Bukhariy no.5641, 5642 dari Abu Sa’id Al-Khudriy dan Abu Hurairah)

Bahkan kadang-kadang akan bertambahlah iman seseorang dengan musibah tersebut.

Bagaimana Mendapatkan Ketenangan?

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ

“Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (At-Taghaabun:11)

Yang dimaksud dengan “beriman kepada Allah” dalam ayat ini adalah beriman kepada taqdir-Nya.

Firman-Nya: “niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya” yaitu Allah akan memberikan ketenangan kepadanya. Dan hal ini menunjukkan bahwasanya iman itu berkaitan dengan hati, apabila hatinya mendapat petunjuk maka anggota badannya pun akan mendapat petunjuk pula, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

“Sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila baik maka akan baiklah seluruh jasadnya dan apabila rusak maka akan rusaklah seluruh jasadnya, ketahuilah segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhariy no.52 dan Muslim no.1599 dari An-Nu’man bin Basyir)

Berkata ‘Alqamah (menafsirkan ayat di atas): “Yaitu seseorang yang ditimpa suatu musibah lalu dia mengetahui bahwasanya musibah tersebut dari sisi Allah maka dia pun ridha dan menerima (berserah diri kepada-Nya).”

Tafsiran ‘Alqamah ini menunjukkan bahwasanya ridha terhadap taqdir Allah merupakan konsekuensinya iman, karena sesungguhnya barangsiapa yang beriman kepada Allah maka berarti dia mengetahui bahwasanya taqdir itu dari Allah, sehingga dia ridha dan menerimanya. Maka apabila dia mengetahui bahwasanya musibah itu dari Allah, akan tenang dan senanglah hatinya dan karena inilah diantara penyebab terbesar seseorang merasakan ketenangan dan kesenangan adalah beriman kepada qadha dan qadar.

Tanda Kebaikan & Kejelekan Seorang Hamba

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوْبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Apabila Allah menginginkan kebaikan kepada hamba-Nya maka Allah akan menyegerakan balasannya di dunia, dan apabila Allah menginginkan kejelekan kepada hamba-Nya maka Allah akan menunda balasan dari dosanya, sampai Allah sempurnakan balasannya di hari kiamat.” (HR. At-Tirmidziy no.2396 dari Anas bin Malik, lihat Ash-Shahiihah no.1220)

Dalam hadits ini dijelaskan bahwa Allah menginginkan kebaikan dan kejelekan kepada hamba-Nya. Akan tetapi kejelekan yang dimaksudkan di sini bukanlah kepada dzatnya kejelekan tersebut berdasarkan sabda Rasulullah:

وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ

“Dan kejelekan tidaklah disandarkan kepada-Mu.” (HR. Muslim no.771 dari ‘Ali bin Abi Thalib)

Maka barangsiapa menginginkan kejelekan kepada dzatnya maka kejelekan itu disandarkan kepadanya. Akan tetapi Allah menginginkan kejelekan karena suatu hikmah sehingga jadilah hal itu sebagai kebaikan ditinjau dari hikmah yang dikandungnya.

Sesungguhnya seluruh perkara itu di tangan Allah ‘Azza wa Jalla dan berjalan sesuai dengan kehendak-Nya karena Allah berfirman tentang diri-Nya:

إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ

“Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (Huud:107)
Dan juga Dia berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (Al-Hajj:18)

Maka semua perkara itu di tangan Allah.

Dan seseorang tidak akan lepas dari salah/keliru, berbuat maksiat dan kurang dalam menunaikan kewajiban, maka apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, akan Allah segerakan baginya balasan (dari perbuatan dosanya) di dunia, apakah diuji dengan hartanya atau keluarganya atau dirinya sendiri atau dengan seseorang yang menjadi sebab adanya ujian-ujian tersebut.

Yang jelas, dia akan disegerakan balasan (dari perbuatan dosanya). Karena sesungguhnya balasan akibat perbuatan dosa dengan diuji pada hartanya, keluarganya ataupun dirinya, itu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan. Maka apabila seorang hamba disegerakan balasannya dan Allah hapuskan kesalahannya dengan hal itu, maka berarti Allah mencukupkan balasan kepadanya dan hamba tersebut tidak mempunyai dosa lagi karena dosa-dosanya telah dibersihkan dengan adanya musibah dan bencana yang menimpanya.

Bahkan kadang-kadang seseorang harus menanggung beratnya menghadapi sakaratul maut karena adanya satu atau dua dosa yang dia miliki supaya terhapus dosa-dosa tersebut, sehingga dia keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa-dosa. Dan ini adalah suatu kenikmatan karena sesungguhnya ‘adzab dunia itu lebih ringan daripada ‘adzab akhirat.

Akan tetapi apabila Allah menginginkan kejelekan kepada hamba-Nya maka akan Allah biarkan dia dalam keadaan penuh kemaksiatan dan akan Allah curahkan berbagai kenikmatan kepadanya dan Allah hindarkan malapetaka darinya sampai dia menjadi orang yang sombong dan bangga dengan apa yang Allah berikan kepadanya.

Dan ketika itu dia akan menjumpai Rabbnya dalam keadaan bergelimang dengan kesalahan dan dosa lalu dia pun di akhirat disiksa akibat dosa-dosanya tersebut. Kita meminta kepada Allah keselamatan.

Maka apabila engkau melihat seseorang yang nampak dengan kemaksiatan dan telah Allah hindarkan dia dari musibah serta dituangkan kepadanya berbagai kenikmatan maka ketahuilah bahwasanya Allah menginginkan kejelekan kepadanya, karena Allah mengakhirkan balasan dari perbuatan dosanya sampai dicukupkan balasannya pada hari kiamat.

Apabila Allah Mencintai Suatu Kaum

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ لسُّخْطُ

“Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka (dengan suatu musibah), maka barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan (dari Allah) dan barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan (Allah).” (HR. At-Tirmidziy no.2396 dari Anas bin Malik, lihat Silsilah Ash-Shahiihah no.146)

“Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian” yakni semakin besar ujian, semakin besar pula balasannya. Maka cobaan yang ringan balasannya pun ringan sedangkan cobaan yang besar/berat maka pahalanya pun besar karena sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mempunyai keutamaan terhadap manusia. Apabila mereka ditimpa musibah yang berat maka pahalanya pun besar dan apabila musibahnya ringan maka pahalanya pun ringan.

“Dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka” ini merupakan kabar gembira bagi orang beriman, apabila ditimpa suatu musibah maka janganlah dia menyangka bahwa Allah membencinya bahkan bisa jadi musibah ini sebagai tanda kecintaan Allah kepada seorang hamba. Allah uji hamba tersebut dengan musibah-musibah, apabila dia ridha, bersabar dan mengharap pahala kepada Allah atas musibah tersebut maka baginya keridhaan (dari Allah), dan sebaliknya apabila dia marah maka baginya kemarahan (Allah).

Dalam hadits ini terdapat anjuran, pemberian semangat sekaligus perintah agar manusia bersabar terhadap musibah-musibah yang menimpanya sehingga ditulis/ditetapkan untuknya keridhaan dari Allah ‘Azza wa Jalla. Wallaahul Muwaffiq.

Diringkas dari kitab Al-Qaulul Mufiid 2/41-44 dan Syarh Riyaadhush Shaalihiin 1/125-126 dengan beberapa perubahan.


Baca Selengkapnya..

Kebanggan Kita..

Adalah seorang hukama abad pertengahan bernama Ahnaf bin Qais, ia ditanya oleh orang-orang yang gelisah melihat perilaku masyarakatnya yang sedang sakit, yang tidak lagi mementingkan nilai-nilai kemuliaan. Wahai tuan guru, apa yang tertinggal pada kita yang masih dapat kita banggakan? ma khoiru ma yu‘tho al ‘abdu? hukama itu menjawab; akal yang jernih (‘aqlun ghoriziyyun). Orang-orang berkata, wah, sekarang sudah tidak ada orang yang akalnya masih jernih,. kalau akal jernih nggak punya lalu tinggal apa (fa in lam yakun?) tanya orang-orang. Adabun shalihun, sopan santun yang terjaga, kata hukama.

Wah, sekarang orang juga sudah tidak lagi menjaga sopan santun tuan guru! selain dua hal itu masih adakah yang dapat kita banggakan? shohibun muwafiqun; sahabat sejati, kata hukama. Orang-orangpun berkata; waduh... sahabat sejati juga susah didapat, karena orang tidak lagi membela yang benar tetapi membela yang bayar. Masih adakah selain yang tiga itu wahai tuan guru? qalbun murabithun; hati yang peka, kata hukama. Waduhh, lagi-lagi yang itu juga jarang didapat, kata orang-orang.

Sekarang kebanyakan orang hatinya gelap, tidak peka, nuraninya mati, masih adakah yang dapat kita banggakan wahai tuan guru? ada, thul as shumti, banyak diam, kata hukama. Yah, yah, yah, diam itu emas, kata orang. Tapi tuan guru, sekarang ini, semuanya berbicara meski asal bicara, dan tidak ada orang yang mau diam merenung. Kalau lima hal itu juga tidak punya, masih adakah yang dapat kita banggakan wahai tuan guru? Ada, dan ini adalah yang terakhir, yaitu mautun hadirun, Hadirnya Kematian. 'Subhanallaaah.' desah orang-orang.

Wassalam,

agussyafii
Baca Selengkapnya..

Sedekah...

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai. Pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Ia kehendaki. Dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah:261 )

Sudah dari dulu sebenarnya, saya ingin memiliki sebuah laptop. Namun jujur saja, ditengah ekonomi yang seperti ini rasa-rasanya agak sulit keinginan ini untuk tercapai. Bisa saja sih tercapai, tetapi butuh waktu yang cukup lama untuk mewujudkannya.

Saya berkuliah di Jakarta. Biaya hidup di kota metropolitan ini sudah tentu sangat besar bagi orang sekelas saya. Namun, Alhamdulillah, toh saya sampai hari ini juga masih bisa tinggal di kost-an yang nyaman dan untuk makan pun saya tidak mengalami kesulitan.

Niat untuk memiliki sebuah laptop semakin lama semakin menguat. Maka saya memutuskan untuk mulai menabung (memang sudah seharusnya begitu kan?). Sedikit demi sedikit saya kumpulkan uang dari orang tua dan uang saku dari Kampus. Dan Alhamdulillah, empat bulan kemudian saya mampu mengumpulkan uang lebih dari Rp.800.000,-

Namun, saya berpikir, jika saya menabung seperti ini terus menerus, kapan laptopnya bisa terbeli? Setelah saya hitung-hitung, kira-kira saya baru bisa membeli laptop yang seharga 5 juta-an sekitar 2-3 tahun lagi. Sesaat kemudian, hati saya tergerak untuk membuka-buka majalah islami yang membahas tentang keutamaan sedekah yang dijelaskan oleh Ustadz Yusuf Mansyur. Saya tadaburi juga ayat-ayat yang berkaitan dengan sedekah. Akhirnya saya mantapkan hati saya untuk menyedekahkan sebagian besar uang saya yang ada di Bank.

Keesokan harinya, setelah selesai shalat Shubuh, saya bergegas menuju ke ATM terdekat untuk mengambil uang sebesar Rp.500.000, bismillah.. mudah-mudahan Allah melipatgandakan uang ini …

Setelah kembali ke rumah, saya serahkan uang itu kepada Ibu saya. Saya meminta bantuan beliau untuk membagi-bagikannya keoada para tetangga yang sedang membutuhkan bantuan keuangan. Uang itu pun selesai dibagikan sampai pada akhirnya datang waktu Ashar. Saya terus berharap agar uang itu Allah liptgandakan dan cukup untuk membeli sebuah laptop.

Setelah sebulan berlalu, saya agak sedikit merasa kecewa. Seolah-olah Allah tidak merespon apa yang saya inginkan. Rasa penyesalan mulai muncul. Menyesal karena berani berbuat amal yang nekat, sedekah dengan uang yang menurut saya tidaklah kecil. Namun, pada akhirnya saya pasrah. Jika Allah memutuskan untuk melipatgandakan uang itu sampai terbeli sebuah laptop, maka saya akan sangat bersyukur, dan jika tidak dibalas dengan berkali-kali lipat, biarlah menjadi sebagai bekal saya di akhirat kelak.

Sebulan kemudian pun berlalu. Saya sudah tidak terlalu ngotot untuk memiliki sebuah laptop. Ya, mungkin Allah akan memberikannya, ketika saya sudah bekerja nanti. Namun, ternyata Allah telah mempersiapkan surprize untuk saya. Setelah saya mengajar anak-anak TPA di Masjid, saya kembali ke rumah. Hampir semua anggota keluarga yang lain berkumpul di ruang utama. Saya yang merasa lelah langsung menuju ke kamar untuk beristirahat. Ketika saya nyalakan lampu kamar saya, ternyata TADAAA!!!di meja belajar saya ada sebuah LAPTOP BARU!! Ditambah ada modemnya lagi ( jadi bisa internet-an gitu ^_^!) Ya Allah, Alhamdulillah! Rasa senang tidak mampu saya ungkapkan lewat tulisan ini. Pokoknya..wuahhh…

Benar.. inilah bukti bahwasanya Allah tidak akan mengingkari janji-Nya. Hmm.. jadi enggak perlu ragu lagi menyedekahkan uang yang sangat kita cintai, agar mendapatkan sesuatu yang lebih besar lagi.

Wallahu a’alam Bishawab.

yovi kurniawan testimoni


Baca Selengkapnya..

Selasa, 12 Oktober 2010

Yakin

Islam itu diturunkan agar kita yakin kepada Allah. Sehebat apa pun ilmu Islam yang dimiliki, namun jika tidak yakin kepada Allah, maka perlu dipertanyakan bahwa ilmunya itu untuk apa? Sehebat apapun ibadah, lalu ia tidak kenal kepada Allah, maka perlu dipertanyakan motivasi ibadah itu untuk apa dan siapa? Harusnya ilmu itu bisa membersihkan hati, dan ibadah itu bisa makin menambah keyakinan. Bila tidak, maka taubatnya belum benar. Semua itu bisa jadi ia lakukan karena ingin dipuji oleh orang lain atau ia menuhankan makhluk.

Adapun langkah-langkah yang bisa kita jalankan dalam mengatasi masalah yang tengah dihadapi di antaranya adalah :

1. Evaluasi diri sendiri Masalah yang terjadi sebenarnya bersumber dari diri sendiri. Jangan terbiasa menyalahkan orang lain atas masalah yang menimpa diri sendiri. Tanyakan pada diri, apa yang telah diperbuat atau kesalahan (dosa) apa yang dilakukan sehingga kejadian buruk menimpa kita. Dengan begitu, setiap orang akan termotivasi memperbaiki kekurangan yang ada dalam dirinya. Apabila belum diketemukan, bertaubatlah dan minta ampunlah kepada Allah, Allah-lah yang aka membimbing kita menemukan apa yang kita cari tersebut.

2. Ridho menerima. Jika hati ridho menerima, keadaan seburuk apapun tidak akan merusakkan hati. Sebaliknya, sikap menolak kenyataan atau tidak ikhlas malah akan menambah beban stres. Menerima kenyataan atau tidak, tetap saja hal itu sudah terjadi. Maka, sebaiknya ridho menerimanya.

"Boleh jadi kamu sangat tidak menyukai peristiwa yang menimpa diri kamu, padahal itu sangat baik sekali bagimu. Boleh jadi sesuatu itu yang sangat kamu sukai, padahal sesuatu itu yang sangat tidak baik bagi kamu. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui, kalian tidak tahu apa-apa." (QS Al-Baqarah : 216)

Ridho bukanlah pelarian atas kejadian yang menimpa, jangan lantas bersembunyi di balik sikap ini ketika ada masalah menghampiri. Ridho bukan berarti berpasrah tanpa ikhtiar.

Ridho adalah awal dari solusi. Sebuah permisalan adalah apabila nasi telah menjadi bubur, yang pertama kali harus kita lakukan adalah ridho, dilanjutkan dengan mencari cakue, kacang polong, ayam dan bawang goreng. Jadikan bubur ayam spesial. Baru setelah itu kita evaluasi diri, kenapa kok bisa niat memasak nasi kok jadi bubur, temukan masalahnya, ambil hikmahnya, dan berubahlah untuk menjadi lebih baik.

3. Jangan mempersulit diri dengan rasa iri. Daripada membuang waktu, lebih baik memperbaiki kualitas diri, dan bekerja keras. Orang yang selalu merasa iri, seringkali lupa cara memperbaiki diri. Mereka lebih sibuk mencaci dan merendahkan orang lain. Ia seakan-akan mempertanyakan rasa keadilan Allah, padahal hanya Allah Yang Maha Adil. Dengan menghindari rasa iri, kita bisa lebih obyektif dalam menghadapi masalah.

4. Siapkan hati menghadapi masalah. Seringkali kita mengalami sesuatu yang tidak sesuai harapan, keinginan dan perkiraan, padahal tidak semua hal yang kita anggap baik itu juga baik di hadapan Allah. Terkadang, banyak hal yang awalnya kita sesali namun di belakang sangat kita syukuri. Pasti ada hikmah yang ada di balik setiap kejadian tersebut. Misalnya, orang yang tidak jadi naik pesawat dan akhirnya pesawatnya kecelakaan.

5. Jadikan Allah SWT sebagai penolong. Al Quran menyerukan agar menjadikan hanya Allah SWT sebagai penolong, di antaranya bisa dengan sabar dan sholat, dalam mengatasi masalah. Jangan sampai kita hanya mengandalkan kemampuan diri untuk mengatasi berbagai permasalahan, sehingga sikap tersebut seakan-akan ingin terlihat hebat di mata orang lain, padahal membuat kita menipu diri agarorang lain kagum. Akibatnya, manusia akan makin stres karena berupaya selalu ingin terlihat baik di mata orang lain.

Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (QS Al-Baqarah : 45)

Mudah-mudahan kita senantiasa menyelidiki hati kita sendiri, sehingga kita tidak bersandar pada siapa pun termasuk diri kita sendiri. Cukuplah Allah bagi kita. Sempurnakan ikhtiar kita seperti Siti Hajar tadi. Dan biarlah Allah memberikan pertolongan kepada kita dari pintu mana saja yang Allah kehendaki.

Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (QS Ali-Imran : 160)

Agar hidup lebih tenang, yakinkanlah diri bahwa Allah SWT sebagai pencipta tidak akan menurunkan masalah tanpa jalan keluar.
Baca Selengkapnya..

Senin, 11 Oktober 2010

Perbandingan Windows 7 starter, home basic/premium, professional, enterprise, dan ultimate.

Windows 7 sudah resmi dirilis hampir satu tahun yang lalu, tetapi mungkin sebagian belum tahu tentang beberapa edisi Windows 7 yang banyak beredar. Tidak jarang Laptop baru disertakan dengan Windows 7 Starter. Tahukah apa beda edisi ini dengan yang lain? Terdapat paling tidak 6 edisi Windows 7, yaitu : Windows 7 Starter, Home Basic, Home Premium, Professional, Enterprise dan Ultimate, lalu apa perbedaannya ?

Meskipun terdapat 6 edisi yang berbeda, 3 edisi yang paling banyak beredar adalah Windows 7 Home Premium, Professional dan Ultimate. Sebenarnya edisi apapun, semua fitur windows 7 sudah ada didalamnya, hanya saja fitur-fitur tersebut hanya diaktifkan menyesuaikan edisi-nya. Untuk mengupgrade ke fitur atasnya, tidak perlu menggunakan DVD baru tetapi bisa menggunakan Windows Anytime Upgrade

Untuk mempermudah mengetahui perbedaan masing-masing edisi, berikut penjelasan singkat masing-masing edisi Windows 7 :
Windows 7 Starter

Target : Seluruh dunia, biasanya hadir dengan paket komputer baru (laptop/netbook)
Fitur Utama (kunci) : Taskbar, Jump list, Windows MEdia Player, Backup & restore, Action Center, Device Stage, Play to, Fax anda Scan dan Game sederhana.
Keterbatasan : tidak ada Aero glass, berbagai fitur modifikasi desktop, windows touch, media center, live thumbnail preview, home group creation, tidak ada Multi bahasa, maksimal RAM 2 GB, tidak terseda versi 64bit.
Harga : Kisaran $50 (di Indonesia)

Dengan windows 7 starter, pengguna tidak bisa mengubah wallpaper atau theme windows. Pada awalnya Windows 7 Starter dibatasi hanya bisa menjalankan 3 program satu waktu, tetapi akhirnya keterbatasan ini dihilangkan, sehingga pengguna tetap bisa menjalankan banyak program dalam satu waktu, dibatasi jumlah memory saja.

Untuk edisi 32 bit, semua windows selain windows starter mempunyai batas maksimal RAM/Memory 4 GB. Untuk edisi 64 bit, lebih tinggi dan berbeda-beda.
Windows 7 Home Basic

Target : Untuk Wilayah tertentu saja, seperti di Indonesia
Fitur Utama (kunci) : Multiple monitor, fast user switching (berganti user), desktop wallpaper, desktop windows manager, network printing, internet connection sharing, sebagian windows aero.
Keterbatasan : Tidak bisa membuat Homegroup baru, tidak disertakan DVD decoder ( MPEG-2 dan Dolby Digital), tanpa multi touch, premium games, Windows Media center, tidak ada Multi bahasa, dukungan Windows Aero tidah penuh.
Harga : Kisaran $80 (di Indonesia)
Windows 7 Home Premium

Target : Global
Fitur Utama (kunci) : Aero Glass, Aero Background, Windows Touch, Membuat Home group baru, Media Center, DVD Playback dan pembuatan, premium games dan Mobility Center
Keterbatasan : Domain join, Remote desktop host, backup dari jaringan, Encryption File System, Offline Folder
Harga : Kisaran $110 (di Indonesia)
Windows 7 Professional

Target : Pengguna IT menengah keatas
Fitur Utama (kunci) : Windows XP Mode, Domain Join, Remote desktop host, location aware printing, mobility center, presentation mode, offline folder.
Keterbatasan : BitLocker, BitLocker toGo, AppLocker, Direct Access, Branche Cache, MUI Language Pack, booting dari VHD.
Harga : Kisaran $150 (di Indonesia)

Windows 7 Professional menawarkan semua fitur edisi dibawahnya. Juga mulai ada fitur Windows XP Mode yang tidak disediakan di edisi dibawahnya.
Windows 7 Enterprise

Target : Pelanggan Bisnis ( volume-licenses)
Fitur Utama (kunci) : BitLocker, BitLocker To Go, AppLocker, Direct Access, Branche Cache, MUI language packs, boot from VHD
Keterbatasan : Lisensi Retail
Harga : -

Selain perbedaan mengenai lisensi, Windows 7 Enterprise mempunyai fitur yang sama dengan Windows 7 Ultimate.
Windows 7 Ultimate

Target : Retail market, ketersediaan terbatas
Fitur Utama (kunci) : semua fitur windows 7 edisi sebelumnya ditambah dengan BitLocker, BitLocker To Go, AppLocker, Direct Access, Branche Cache, MUI language packs, boot from VHD.
Keterbatasan : Volume Licensing
Harga : -

Diatas adalah beberapa fitur utama atau penting yang bisa dijadikan gambaran. Tiap edisi windows diatasnya menyertakan semua fitur edisi windows dibawahnya, dan keterbatasan tiap edisi yang dijelaskan diatas, biasanya ada (disukung) di edisi windows atasnya.

Untuk mengetahui perbedaan masing-masing edisi, bisa melihat artikel selengkapnya di Wikipedia Windows 7 editions atau dari website Microsoft tentang Perbandingan Edisi Windows 7 (ebsoft)
Baca Selengkapnya..

Rabu, 06 Oktober 2010

Sedekah Talk

Tidak ada alasan bagi orang beriman untuk enggan bersedekah. Sebab, kendati terasakan berat, bersedekah merupakan ciri paling kentara dari keimanan yang sahih. Untuk bersedekah, seseorang harus mampu mengalahkan perasaan owel (rasa kepemilikan) karena mengikhlaskan sebagian rezekinya untuk pihak lain. Jika tidak karena adanya keyakinan yang mantap atau harapan keuntungan yang kekal di akhirat kelak, sungguh seseorang akan enggan bersedekah.

Berbeda dengan amalan lain sebagai ciri keimanan yang sahih seperti shalat dan puasa. Pada kedua amalan yang lebih bersifat individual ini tidak perlu ada rasa berkorban kepemilikan, cukup dengan berkorban waktu selain kemauan. Untuk bersedekah ini sungguh terasakan lebih berat sehingga akan lebih jarang diamalkan dibandingkan dengan shalat dan puasa. Oleh karena itu, sekalipun seseorang sudah menjalankan shalat dan puasa tetap perlu dipertanyakan keimanan sahihnya jika yang bersangkutan masih tetap enggan bersedekah.

Dalam sejarah Islam kita kenal Fatimah Az-Zahra ra yang ikhlas bersedekah seuntai kalung warisan kepada musafir yang kehabisan bekal dan tiga hari tidak makan karena tidak ada lagi barang yang layak dijual. Dengan kalung tadi si musafir menjadi cukup bekal setelah menjualnya kepada Abdurrahman bin Auf ra.

Tetapi, begitu mengetahui keikhlasan Fatimah dalam bersedekah, segera Abdurrahman menghadiahkan kalung tadi kepada Nabi saw, ayahanda Fatimah, pemilik awalnya. Bisa ditebak, akhirnya kalung itu pun kembali ke tangan Fatimah setelah melewati tiga orang sebagai hadiah dan tercatat sebagai amalan sedekah.

Sungguh, bersedekah secara ikhlas akan mendapatkan ganti. Ini tidak saja ada dalam tarikh terdahulu. Dalam kehidupan nyata di lingkungan kita pun demikian halnya. Orang yang banyak bersedekah justru rezekinya melimpah, kehormatannya tinggi, dan harta kepemilikannya diakui bahkan dijaga keselamatannya oleh orang lain.

Agaknya belum pernah tercatat orang yang banyak bersedekah berakibat miskin. Sungguh dengan bersedekah kekayaannya bertambah, berlipat. Ibarat orang mendapat mangga, maka yang dimakan cukup dagingnya sedangkan bijinya harus disisihkan, ditanam hingga kelak akan menjadi pohon yang berlipat-lipat buahnya.

Untuk bersedekah, tidak ada ketentuan jenis barangnya (QS 2:267), tidak juga ditentukan jumlahnya (QS 3:134), tidak pula sasaran penggunaannya (QS 2:215). Artinya, benar-benar terserah sesuai kondisi orangnya. Itu jika bersedekah harta. Bagaimana jika kita kekurangan harta benda?

Hadis Nabi riwayat Bukhari-Muslim menyebutkan bahwa bisa juga bersedekah tanpa materi. Berzikir, berdakwah, mendamaikan perseteruan, berkata yang baik, membuang duri dari jalanan, membawakan beban orang lain, bahkan tersenyum pun bisa bermakna sedekah. 

Dari sayyidina Ali bin Abu Thalib, menerangkan bahwa Rasulullah saw tlah bersabda : barang yang di sedekahkan apabila sudah lepas dari tangan orang yang memberikan, ketika akan di terima oleh orang yang menerima, dia mengucapkan 5 kalimat :

1. Aku adalah barang yang kecil lagi sedikit nilainya, sedang engkau (dengan sedekah) telah membesarkan aku di hadapan Allah.

2. Aku semula barang yang hanya sedikit, sedang engkau telah menjadikan sesuatu yang banyak dalam pandangan Allah.

3. Aku semula adalah musuhmu, sedang engkau telah menjadikan aku sebagai teman karib.

4. Aku semula adalah barang yang mudah rusak, sedang sekarang engkau telah mengabadikan aku.

5. Aku semula engkau jaga dari pencuri, sedang sekarang aku menjagamu dari amuk api neraka.
Baca Selengkapnya..

Minggu, 03 Oktober 2010

Makna Keridhaan

Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 216).

Ayat ini memiliki makna tentang indahnya keridhaan. Makna ridha dengan pemberian yang telah Allah tetapkan kepada kita merupakan kunci sukses dalam meraih kebahagiaan. Sesungguhnya keridhaan itu memiliki buah yang melimpah berupa keimanan. Orang yang ridha dengan ketetapan Allah akan terangkat ditempat yang mulia. Hal itu mempengaruhi keyakinannya menjadi dalam dan memiliki akar yang kuat, tertanam dalam hati.

Barangsiapa yang hatinya penuh dengan ridha terhadap ketetapanNya. Allah akan memenuhi hatinya dengan kekayaan, rasa aman, serta qonaah, selanjutnya Allah menjadikan hatinya penuh cinta, inabah, tawakal kepadaNya, bagi orang yang tidak memiliki keridhaan terhadap ketetapan Allah, hatinya penuh dengan kebencian, kemungkaran, dan kemarahan, dirinya sibuk dengan hal-hal yang sifatnya mencari kesalahan pada orang lain. Sikapnya cenderung reaktif, sensitif terhadap apapun yang membuatnya terjauh dari kebahagiaan dan keberuntungan.

Keridhaan akan mengosongkan hati dari berbagai keterikatan, ketergantungan. Hati dibiarkan hanya untuk Allah. Sikap tidak menerima terhadap qodo' atau ketetapan Allah akan menguras isi hati dari segala sesuatu hal yang bersangkutan dengan Allah. Selalu mengeluh tidak mampu merasakan karunia yang Allah berikan kepadanya, dimatanya hanyalah rizki yang tidak pernah cukup, nasib yang tidak baik, musibah yang tak pernah kunjung usai. Dirinya merasa berhak untuk mendapatkan yang lebih dari semua itu. Dimatanya apa yang menimpa dirinya adalah Allah yang telah memberikan nasib sial. Allah dianggapnya yang bertanggungjawab atas penderitaan yang dialaminya, sebab Allah yang selalu memberikan ujian, musibah, cobaan dan bencana padanya.

Itulah sebabnya menjadi penting untuk kita bersikap ridha atau menerima ketetapan Allah sekalipun ketetapan Allah terkadang pahit rasanya. Keridhaan hati menghilangkan kesedihan, menjauhkan dari bencana, mendapatkan kenikmatan dan karunia yang besar sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala. ' Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah. mereka tidak ditimpa bencana dan mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.' (QS. Ali Imran : 174).

Wassalam,
agussyafii
Baca Selengkapnya..